Kamis, 19 Januari 2017

BELAJAR BIJAK BERBAHASA





Lebaaayy...

Ada yang bilang reaksi boikot (perusahaan makanan) itu berlebihan. 

Apakah sebuah klarifikasi harus ditanggapi dengan kemarahan dan aksi boikot? Katanya, wajar saja toh, pihak perusahaan klarifikasi bahwa bukan mereka yang membagikan gratis, tetapi ada konsumen yang membeli dan membagikannya gratis.

Hmmm... klarifikasi... 

Sampai kapan pun yang namanya klarifikasi tidak pernah salah. Klarifikasi bertujuan untuk menjernihkan informasi. Itu betul. Sepakat.

Yang jadi masalah, apakah klarifikasi itu disampaikan dengan bahasa yang netral? Atau tendensius? Apakah diksinya membuat hati nyaman? atau malah membuat hati bergejolak? Sama-sama klarifikasi, tetapi respon yang didapat akan berbeda.

Klarifikasinya tidak salah, tetapi bahasanya yang kurang tepat. Tentu saja ketidaktepatan ini terjadi bukan seketika seperti kasus orang yang salah ucap karena terburu-buru ngomong atau salah sebut nama karena grogi. 

Ketidaktepatan ini tentu bukan tidak disengaja.

Ini tentang rasa...

Lisan adalah penerjemah dari apa yang tersirat di hati. Sesuatu yang terlintas di hati akan terkirim ke otak, kemudian otak akan memerintahkan lisan untuk berucap. Beda warna di dalam hati akan berbeda pula rasa bahasa yang terucapkan.

Tentu kita mengetahui, bagaimana perbedaan bahasa yang kita gunakan untuk menyapa si jantung hati yang lama tidak berjumpa dengan bahasa yang kita gunakan untuk menghadapi orang yang selalu menagih-nagih uang kos yang agak telat kita bayarkan. Yang pertama tentu lemah lembut mendayu, yang kedua mungkin agak kaku, gugup, dan defensif. 

Itulah yang saya maksud dengan rasa bahasa.

Saya memang bukan ahli bahasa...

Saya juga bukan sarjana bahasa. Tetapi saya yang lemah dan bodoh ini telah lebih dari tiga dekade hidup di bumi Indonesia dan selalu setia penjadi penutur bahasa Indonesia yang saya cintai. 

Saya telah menggunakan bahasa ini untuk semua fase kehidupan saya. Sejak saya hanya bisa menangis dalam buaian bunda, sampai kini saya yang membujuk si kecil di dalam buaian, Semua fase itu saya lewati dalam asuhan bahasa Indonesia.

Reaksi atas bahasa yang kurang enak

Maka ketika ada sebuah pengumuman disampaikan, siapa pun orang Indonesia, khususnya yang tengah berjuang di hari istimewa itu, akan merasakan ada rasa bahasa yang berbeda. 

Karena rasa bahasa itulah, timbul reaksi. Sekali lagi, reaksi timbul bukan karena klarifikasinya, karena klarifikasi adalah hak mereka. Tetapi tuturan bahasa dan pilihan kata dalam klarifikasi itu yang membuat tidak nyaman. Reaksi yang timbul tidaklah berlebihan menurut saya. Sesuatu yang wajar. 

Alamiah.

Untuk senyum dan sapa yang kurang saja konsumen berhak pindah restoran, apalagi untuk sebuah bahasa tulisan berbingkai pengumuman yang disebarluaskan yang membuat hati kurang nyaman, boleh-boleh saja konsumen tidak melanjutkan rutinitas pembelian. 

Sah-sah saja.

Bijaklah berbahasa!

Itulah mengapa pelajaran bahasa Indonesia, matematika, dan ilmu pengetahuan alam menjadi bahan pertimbangan pada kelulusan pendidikan formal anak-anak kita, disamping pelajaran yang lain. Karena ini adalah salah satu bekal dasar untuk hidup di bumi Indonesia. 

Bijak berbahasa Indonesia akan menjalin persaudaraan sebangsa, kepahaman akan matematika akan menuntun logika berjalan di jalur yang benar, kepahaman akan ilmu alam akan memperkenalkan insan kepada hukum-hukum alam yang senantiasa berjalan secara alamiah tanpa bisa dibendung.

Salam damai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar